Senin, 30 Mei 2016

Sepenggal Kisah Penuh Goresan

            Ku awali kisah ini pada suatu masa dimana aku tak tentu arah dalam memilih sebuah jalan. Di dalam kehampaan hati, mencoba menerobos waktu untuk temukan alasan tuk bahagia. Bukan aku tidak bahagia selama ini, namun aku belum benar-benar bahagia. Hanya bahagia dalam kepalsuan, tersenyum di balik topeng tebal yang menutupi tangis di wajah. Entah bagaimana aku harus menjelaskan sebuah rasa yang aku sendiri tidak tau ini apa, rasa apa. Sebuah perasaan yang begitu seringnya muncul dan menghilang begitu saja, sebuah rasa yang sangat mengganggu pikiranku. Aku sadar semua ini tak wajar, namun tetap saja aku mencoba berlari, mencari jawaban dari setiap pertanyaan yang timbul dalam hati. Hingga akhirnya aku berhenti, karna aku telah begitu lelahnya dalam pencarianku. Dan ku temukan dirimu, muncul di hadapanku, menyanyi merdu dan buatku terpana. Tadinya ku anggap ini biasa saja, sampai akhirnya kau mampu buatku penasaran. Dan akupun mulai mencari tau, tentangmu.. Namamu..
            Masih ku anggap semua ini hal yang biasa terjadi, ku pikir akan cepat menghilang dari khayalku. Namun nyatanya, aku salah.. Aku semakin terjebak, pada rasa penasaranku kepadamu. Semua tentangmu ku cari tau, dan di suatu hari yang entah itu cerah atau tidak, aku memberanikan diri untuk menyapamu, berbasa-basi seolah aku tidak tau apa-apa. “Hai.. Kamu ikut basket ya?”
Dan kaupun menoleh dengan senyum manis diwajahmu, dan hanya menjawab “hmhm, ya..”. Aku hanya manggut-manggut seolah cukup mengerti, lalu memalingkan pandanganku, ku pikir hanya sebatas itu jawabanmu, karna ku lihat kau sedang asik dengan handphone di tanganmu, dan headset yang menggantung di telingamu. Tidak berapa lama, ternyata kaupun kembali melanjutkan pembicaraan, “Kamu.. ikut basket juga?”
Dan ku jawab seperlunya, “Ngga, baru mau daftar sih..”
Kaupun hanya mengangkat jempolmu, sambil memberikan senyum termanismu.
Dan haripun berakhir dengan taman bunga memenuhi isi hatiku, sungguh aku merasa ini berlebihan, namun aku cukup bahagia.
Hari-hari berlalu, dan tidak ada perkembangan antara kau dan aku. Yaa.. saat itu akupun tau, kau telah memiliki seorang kekasih yang namanya tercantum pada status bbm mu. Dan akupun mencoba menahan rasa penasaranku yang mungkin kini telah berubah menjadi sebuah ketertarikan padamu. Hingga sampai pada suatu hari, dimana kau menanyakan namaku pada teman dekatku. Namun, tak begitu ku pedulikan dirimu, memperlihatkan bahwa aku biasa-biasa saja. Sekali lagi, hari-hari berlalu tanpa adanya kemajuan dari kisahku dan dirimu. Aku kira, beginilah seharusnya, dan aku beruntung tidak terlalu menghayal tinggi.
Sekarang, rasa tertarik itu mulai ku singkirkan dari hatiku, perlahan. Tapi kini, malah dirimu yang ku buat penasaran padaku. Sesekali aku hanya menoleh dan melempar senyum padamu, tak lagi menyapamu. Aku memang sengaja ingin membuatmu penasaran padaku, biarkan saja kau mencari tau apa maksud dari gerak-gerikku. Dan ternyata aku benar, kaupun semakin ingin mendekatiku. Bahkan beberapa kali menawarkan untuk mengantarku pulang. Dan begitu sering ikut menemaniku menunggu dijemput. Jujur, aku sungguh bahagia mengenalmu.
Hingga, tibalah hari dimana kau ungkapkan semua perasaanmu padaku, kau inginkan sebuah ikatan antara aku dan kau. Beberapa kali ku katakan, aku takut untuk berkomitmen, aku pernah kecewa bahkan sering, aku tak ingin lagi terulang. Namun, kau begitu menginginkanku untuk menjalani hubungan denganmu. Entah ada angin apa, lalu tiba-tiba saja bibir ini berkata “Yaudah, iya..” dan kemudian kau ku tinggal pergi begitu saja. Entahlah, aku tak bisa berkata apa-apa lagi padamu, akupun ingin namun tetap saja ada rasa takut yang menghantui. Tapi, ku coba percaya kali ini, bahwa kau tak sama dengan seseorang yang sebelum kamu. Dan kitapun kini adalah sepasang kekasih.. Sebelumnya aku sudah mencari tau, bahwa dirimu telah tak lagi menjalin kasih dengan dia yang namanya pernah ada di status bbm mu. Lagi-lagi aku bahagia..
Hubungan ini berjalan dengan banyak kenangan manis yang kita ukir bersama. Tawa, senda gurau, ledekan teman sekelas, dan keusilanmu yang aneh namun selalu ku rindukan, salah satunya hidungmu yang mekar-mekar itu. Aku selalu merasa bahagia saat denganmu, ketika bersama dirimu, sampai terkadang aku lupa bahwa aku pernah terluka begitu dalam. Tapi kau datang dengan penuh pesona, yang mengantarkanku pada sebuah mimpi dimana hanya ada kebahagiaan didalamnya. Kau tau? Sangat sulit ku jabarkan, bahagia ini tak bertepi..
Hingga tiba saatnya, kita harus merelakan waktu kebersamaan kita, karna aku sedang mempersiapkan diri untuk kepindahanku. Aku tau, kau tak siap akan hal ini, dan akupun tidak benar-benar siap. Hanya saja, tidak ku tampakkan sisi rapuhku, agar selalu terlihat tangguh di hadapanmu. Karna aku tau, kau mampu berdiri tegap diatas kakimu sendiri, walau kini harus jauh dariku. “Tenang saja, aku masih berada di kota ini untuk beberapa bulan kedepan, dan kita akan tetap baik-baik saja”. Setidaknya itu yang mampu ku katakan padamu, untuk meyakinkanmu bahwa aku akan tetap denganmu.
Kini, akupun mulai mencari kesibukkan baru, untuk menutupi rasa jenuhku dalam beberapa bulan ini, karna waktu tes ku ternyata masih akan berlangsung di bulan selanjutnya. Dan ku pilih saja, untuk mencari pekerjaan yang tidak memberatkan. Tidak beberapa lama kemudian, aku mulai bekerja pada sebuah Restoran sebagai chef, kau tau aku pintar memasak, dan mungkin itu salah satu daya tarik yang ku punya. Dan kaupun suka masakan buatanku, bahkan pertama kali kita makan bersama waktu itu, dengan makanan yang ku masak sendiri. Aku bahagia, bisa melihatmu makan dengan lahapnya.
Sudah hampir sebulan aku menjalani masa kerja ku, dan besok adalah hari dimana kau melaksanakan lomba antar kabupaten. Hari ini, aku paksakan diriku bekerja lebih lama dari biasanya, agar aku diberi izin untuk pergi besok. Namun  ternyata izin tak ku dapat, yang ada hanya pertukaran jadwal kerja ku, beruntung aku masih punya waktu untuk menonton lombamu. Walau berada jauh dari kota, dan aku baru sekali melakukan perjalanan ke tempat itu. Tapi, aku beranikan diriku untuk pergi sendiri kesana mengendarai motor bututku, hanya untuk menyemangati kekasih hatiku. Aku tak peduli, mau dianggap apa diriku ini, yang ku tau kini aku telah benar-benar jatuh cinta padamu.
Dengan penuh rasa takut, cemas, khawatir, dan keinginan kuat untuk bisa melihatmu. Aku tetap memaksakan diriku untuk pergi sendiri. Hingga sesuatu terjadi pada motorku saat dipertengahan jalan. Rantai motorku putus!! Dan ini sangat jauh dari rumah! Bersyukur tak jauh dari tempatku berdiri, ada sebuah bengkel. Padahal di sepanjang perjalanku, yang terlihat hanyalah semak belukar yang tinggi. Sungguh aku benar-benar bersyukur Tuhan masih menolongku. Aku tak punya pilihan lain, selain mendorong motorku ke bengkel itu. Lalu, ku coba menghubungimu berkali-kali, dan menceritakan kejadian yang menimpaku saat ini. Tapi, tak kau jawab pesan dariku.. Terasa ada yang tergores di hatiku.. Ada luka yang menganga.. Terbesit sebuah rasa, ketakutan yang tak menentu. Kasih.. bukan aku ingin menyusahkanmu, setidaknya aku hanya ingin kau tau keadaanku. Sehingga aku bisa merasa sedikit lebih tenang. Namun, aku mencoba berpikir positif padamu, aku yakinkan diriku bahwa kini kau tengah berlatih keras agar bisa memenangkan perlombaan ini.
Akhirnya.. motor bututku telah kembali membaik, walau memakan waktu cukup lama, setengah jam lebih. Aku cek dompetku, dan ternyata hanya ada selembar uang di dalamnya, sisa dari gaji pertamaku, seratus ribu, dengan beberapa koin recehan. Perkiraanku, mungkin hanya perlu membayar setengah dari sisa uangku ini. Dan ku tanyakan pada tukang bengkel itu, “berapa bang?”. Lalu dia jawab, “kalau ini bintang lima, putusnya parah.. sembilan puluh lima ribu..”. Aku hanya terdiam dan mengangguk, sambil menghela nafas lalu ku bayarkan biaya perbaikan itu sambil mengisi pulsa hp ku, niatku agar sesampainya di sana aku bisa menelfon kekasihku.
Kemudian aku tinggalkan bengkel itu, dengan penuh rasa ragu untuk meneruskan perjalanan. Antara ingin lanjut dan ingin pulang saja ke tempatku, tapi ini sudah begitu jauh dari rumah, dan sudah dekat untuk bisa bertemu denganmu. Ya, saat itu kita sudah satu minggu lebih tak bertemu, dan aku sangat rindu. Sudahlah! Akhirnya ku lanjutkan saja perjalananku, aku tak ingin menyesal karna tak jadi bertemu denganmu. Aku tak ingin setengah-setengah dalam menunjukkan rasaku. Dan.. sampailah aku ditempat ini, aku telfon dirimu dan akhirnya kaupun menjawab. Seketika, saat ku lihat wajahmu hilanglah sudah semua penatku. Aku tau kau tak percaya aku ada disini sekarang, dan aku sendiripun tak percaya bisa sampai disini karenamu. Ingin ku katakan aku sangat mencintaimu, namun ku terjemahkan saja  rasa itu melalui senyuman diwajahku. Berharap kau mengerti, tanpa harus ku beri tau. Aku ingin kau saja yang katakan lebih dulu, bahwa kau sangat mencintaiku. Tapi, kaupun hanya tersenyum manis kepadaku. Ya sudahlah, ini pun sudah cukup mengobati rinduku.
Sayangnya, aku tak bisa lebih lama berada bersamamu, karna waktu sudah semakin senja, sedangkan perjalananku masih panjang. Aku takut jika tiba di rumah pada malam hari, karna jalanan itu pastinya lebih mengerikan dari pada saat aku pergi tadi. Sebenarnya aku masih sangat rindu, dan aku tau kau juga rindu padaku. Tapi, apa boleh buat hari ini sampai disini dulu, setidaknya kita sudah mengukir kenangan baru. Percaya atau tidak, hari ini akan selalu kau ingat dalam hidupmu. Karna aku benar-benar mencintaimu setulus hatiku, dan kau takkan temukan yang seperti aku.
Kaupun mengantarkanku ke tempat dimana si bututku diparkir, kemudian kau berpesan dengan lembut “Hei.. hati-hati, jangan ngebut-ngebut..” sambil mengambil tanganku dan menciumnya. “Iya..” kataku, sambil melemparkan senyuman termanisku padamu. Sore itu, akupun pulang dengan diselimuti kebahagiaan. Sederhana, kisah ini sederhana namun sangat mengena dihatiku.
Selang beberapa waktu, kitapun menjalani hari seperti biasanya. Kau sibuk dengan urusanmu, dan akupun sibuk dengan pekerjaanku. Hingga aku sampai pada titik jenuhku, aku mulai merasa ada yang berbeda darimu. Kau tak lagi seasik dahulu, tak lagi menerjemahkan rindumu seperti pertama bertemu. Aku mulai kacau, aku berpikiran negatif tentangmu. Belum lagi, aku tau kau kini lebih mementingkan teman-temanmu. Padahal, aku benar-benar sedang berada pada saat-saat dimana aku sangat membutuhkan kehadiranmu. Hanya kehadiranmu, aku ingin bercerita banyak hal padamu, tentang persiapan keberangkatanku, tentang hubungan kita. Namun, kau terasa mulai menjauh, tak mau bertemu denganku..
Sampai akhirnya kukatakan “Aku sudah lelah denganmu..” dan kau artikan itu sebagai akhir dari hubungan kita. Kau tak mengerti, benar-benar tak mengerti inginku. Aku sangat membutuhkanmu, tapi tak sedikitpun kau mencoba menahanku, dan membiarkanku pergi begitu saja. Kau tak sadar, bahwa ini akan membuatmu menyesal. Lalu, aku coba menjelaskan maksudku, tapi tak kau respon sedikitpun semua pesan dariku. Aku kacau, sungguh kacau, aaarrrrggh!! Kini aku tak mengerti, ini salah siapa? Dan karna apa? Dan akhirnya, kau beri jawaban,
“Kita sudah tak sejalan..”
“.......” aku menangis, tak tertahankan lagi, derai air mataku jatuh tak berhenti. Ku harap ini mimpi, aku ingin segera bangun dan menemuimu. Aku ingin memelukmu erat.. Namun kini, kau telah jauh, tinggallah aku bersama luka yang kembali menganga lebar, goresan di hati semakin menjadi-jadi.. Lagi, aku harus terluka lagi. Padahal, ini tak harus berakhir begini, padahal ini bisa diperbaiki. Tapi percuma, kau telah jauh..

            Akupun pergi tinggalkan kota ini, dengan semua kenangan pahitku disini. Berharap kelak aku kan kembali, dengan tiada satupun kenangan yang ku ingat darimu.. Kisah ini berakhir disini..